Sabtu, 10 Desember 2011

SILA KEADILAN SOSIAL JADI YATIM PIATU DI INDONESIA

              Keadilan social yang dicita-citakan pendiri bangsa, nampaknya masih jauh dari kenyataan. Demikian dikatakan DR. H. Taufiqurrahman Sahuri, SH, MH anggota Komisi Yudisial RI dalam khutbah Idul Fitri 1432 Hijriyah, Selasa (30/8) di halaman SMP N 1 Wanasari Brebes. “Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia sudah menjadi yatim piatu alias sila yang terlantar”, kata Taufiqurrahman.

Dalam Khutbah Keadilannya, Taufiqurrahman yang asli orang Brebes dari Desa Pebatan ini menjelaskan bahwa Sila Kelima dalam Pancasila ini mempunyai ruh keadilan. Dimana keadilan itu lebih dekat dengan takwa. Jika kita menelantarkan Sila Keadilan, maka pada dasarnya kita menjauhkan diri dari ketakwaan. Bulan Ramadhan yang baru saja dilalui adalah pendidikan dan latihan diri.

Lebih jauh, Taufiqurrahman menjelaskan ketidak adilan masih sering terjadi terutama bagi kaum lemah, rakyat jelata yang harus menerima tajamnya pisau hukum, sementara kalangan elit dan kaya jauh dari jamahan tangan hokum. Era Reformasi yang sudah berjalan lebih dari satu dasawarsa, kondisi penegakan hukum yang adil masih dirasakan jauh dari harapan rakyat. Penangan kasus-kasus korupsi terkesan tebang pilih. Disisi lain, ada orang yang sudah lama menjadi tersangka korupsi terkesan dibiarkan leluasa di luar negeri. Di sisi lain, para penegak hukum sangat bersemangat untuk menangkap tersangka korupsi yang mengganggu kenyamanan para pemimpin.

Banyaknya lembaga peradilan yang disesaki dengan mafia peradilan mengakibatkan banyaknya penundaan perkara yang pada akhirnya mencederai nilai-nilai keadilan. Bahkan akhir-akhir ini banyak putusan hakim yang mendapat kritikan tajam dan sorotan masyarakat karena dinilai datar dan nrmatif, belum mencerminkan nilai-nilai keadilan yang diamanahkan oleh UUD 1945 pasal 24 ayat (1). Untuk itu, pemerintah membentuk Komisi Yudisial yang mempunyai tugas pokoknya menjaga dan menegakkan keluhuran dan martabat serta perilaku hakim agar tidak terjerumus ke jurang ketidak adilan.